Penulis:  Hana Santika (Wanoja)
SBN: 978-623-7251-01-9
Editor dan Penata Letak:  Ahmad Jamaludin
Desain Sampul:  Arvin Fatahillah
Diterbitkan oleh: Edwrite Publishing. Cetakan Pertama, November 2018
198 halaman; 14 x 20 cm

Sinopsis:

Sombong adalah salah satu penyakit jiwa atau lebih layaknya disebut kebodohan yang sering menghinggapi manusia pada umumnya. Benih-benihnya kerap muncul tanpa disadari. Pada umumnya sifat sombong itu disebabkan oleh faktor materi. Terkadang manusia merasa lebih kaya, lebih rupawan dan lebih terhormat dari pada orang lain.

Berikutnya, sifat sombong bisa disebabkan oleh faktor kecerdasan yang sering menjadikan manusia terlupa hingga merasa lebih pintar, lebih kompeten dan lebih berwawasan dibandingkan orang lain. Penyebab lain sifat sombong adalah faktor kebaikan. Tidak sedikit manusia sering menganggap dirinya lebih bermoral, lebih pemurah dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.

Yang lebih menarik lagi adalah semakin tinggi tingkat kesombongan semakin sulit pula kita mendeteksinya. Sombong karena materi sangat mudah terlihat, namun sombong karena pengetahuan apalagi sombong karena kebaikan sangat sulit terdeteksi karena sering kali hanya berbentuk benih-benih halus dalam batin kita. “Cobalah setiap hari periksa batin kita, apakah kita hidup dalam kesombongan? Kesombongan hanya akan membawa kita pada kejatuhan dan kehancuran. Tetaplah sederhana, rendah hati dan syukuri semua yang ada di dalam hidup.”

Kalimat yang disampaikan oleh teman dekatnya yang dia kenal di media sosial selalu terngiang di telinga Wanoja. Ya, dia bernama Wanoja seorang wanita berdarah Sunda, anak bungsu dari 6 bersaudara.
Dalam kesendiriannya Wanoja mencoba mengingat kembali masa-masa sulit yang sudah dia lewati beberapa tahun yang lalu.

Tahun di mana dia benar-benar terpuruk hingga sampai membawanya pada kehancuran dan kejatuhan. Keadaan yang memaksa dia harus kehilangan segalanya baik materi maupun cinta dari lelaki yang dia cintai setengah mati kala itu. Pria itu bernama Pras, lelaki yang tercatat dikartu identitasnya terlahir di Palembang yang juga menjadi perantara sambung tangan Tuhan dalam memberikan pelajaran yang sangat berharga bahwa kesombongannya telah mengundang murka-Nya, hingga pada akhirnya baik karir maupun rumah tangganya hancur dalam waktu yang bersamaan.

Wanoja kembali teringat saat dia menjadi seorang wanita yang di masa mudanya telah mencapai tingkat kesuksesan yang luar biasa. Namun sayang, dia lupa bahwa kesuksesannya itu bukan karena dia hebat tetapi karena Allah yang telah memudahkan jalan usahanya dan memberikan hasil sesuai kerja kerasnya.